Tampilkan postingan dengan label Mei 2016. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mei 2016. Tampilkan semua postingan

Selasa, 31 Mei 2016

29Mei16: Menahan Marah

Brosur Pengajian Ahad Pagi MTA 29 Mei 2016

Menahan Marah


Firman Allah SWT :
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. (Yaitu) orang-orang yang menafqahkan (hartanya), baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. [QS. Ali 'Imraan : 133 - 134]

Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatanperbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. [QS. Asy- Syuuraa : 37]

Hadits-hadits Rasulullah SAW
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Sesungguhnya ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW, "Nasehatilah saya, ya Rasulullah". Rasulullah SAW bersabda, "Jangan marah". Orang itu mengulanginya beberapa kali. Nabi SAW bersabda, "Jangan marah". [HR. Bukhari juz 7, hal. 99]

Dari Abu Hurairah RA, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang kuat itu bukanlah orang yang kuat dalam bergulat, tetapi orang yang kuat itu ialah orang yang bisa menahan dirinya ketika marah". [HR. Bukhari juz 7, hal 99]

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW lalu berkata, "(Ya Rasulullah), ajarkanlah kepadaku sesuatu dan jangan banyak-banyak, agar aku bisa menghafalnya". Beliau bersabda, "Jangan marah". Orang tersebut mengulanginya beberapa kali, Nabi SAW menjawabnya,"Jangan marah". [HR. Tirmidzi juz 3, hal. 250, no. 2089, ini hadits hasan shahih gharib]

Dari Humaid bin Abdurrahman dari seorang shahabat Nabi SAW, ia berkata : Ada seorang laki-laki berkata, "Ya Rasulullah, nasehatilah saya". Rasulullah SAW bersabda, "Jangan marah". (Perawi) berkata : Lalu orang laki-laki itu berkata, "Kemudian saya berfikir ketika Nabi SAW menyabdakan apa yang beliau nasehatkan itu, jika demikian, marah itu mengumpulkan kejahatan seluruhnya". [HR. Ahmad juz 9, hal. 57, no. 23231]

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, bahwasanya ia bertanya kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, apa yang bisa menjauhkan saya dari murka Allah ‘Azza wa Jalla ?”. Rasulullah SAW bersabda, “Jangan marah”. [HR. Ahmad juz 2, hal. 587, no. 6646, dla'if karena dalam sanadnya ada perawi bernama Ibnu Lahii'ah]

Dari Jariyah bin Qudamah, sesungguhnya ada seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah SAW, "Ya Rasulullah, katakanlah kepadaku suatu perkataan (nasehat) dan ringkaskanlah, mudah-mudahan aku bisa menjaganya". Rasulullah SAW bersabda, "Jangan marah". Orang itu mengulangi lagi beberapa kali, masing-masingnya Rasulullah SAW bersabda, "Jangan marah". [HR. Ahmad juz 5, hal. 406, no. 15964]

Dari Abu Darda', ia berkata : Ada seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah SAW, "Ya Rasulullah, tunjukkanlah kepada saya atas suatu amal yang bisa memasukkan saya ke surga". Rasulullah SAW bersabda, "Jangan marah, maka bagimu surga". [HR. Thabarani dalam Al-Ausath juz 3, hal.182, no. 2374]

Dari Sa’id bin Musayyab, bahwasanya ia berkata, "Pernah suatu ketika Rasulullah SAW sedang duduk bersama shahabat-shahabatnya, lalu ada seorang laki-laki yang mencaci dan menyakiti Abu Bakar, tetapi Abu Bakar diam saja. Kemudian ia menyakitinya yang kedua kali, tetapi Abu Bakar masih diam saja. Lalu ia menyakitinya yang ketiga kali, lalu Abu Bakar membalasnya. Maka Rasulullah SAW berdiri ketika Abu Bakar membalasnya, lalu Abu Bakar bertanya, "Apakah engkau marah kepadaku, ya Rasulullah ?". Rasulullah SAW bersabda, "Tadi malaikat turun dari langit seraya mendustakan apa yang ia katakan terhadapmu, tetapi setelah engkau membalasnya, syaithan lalu duduk di situ, maka tidaklah pantas aku duduk karena syaithan duduk di situ". [HR. Abu Dawud juz 4, hal. 274, no. 4896]

Dari Sulaiman bin Shurad, ia berkata : Ada dua orang saling mencaci di sisi Nabi SAW. Lalu salah seorang diantara keduanya menjadi marah, dan merah mukanya. Kemudian Nabi SAW melihat kepada orang itu dan bersabda, “Sesungguhnya aku mengetahui suatu kalimat seandainya ia mau mengucapkannya pastilah hilang marah itu darinya, kalimat itu ialah : A’uudzu billaahi minasy-syaithoonir rojiim (Aku berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk)”. Maka berdirilah seorang laki-laki diantara orang yang mendengar sabda Nabi SAW tersebut menghampiri orang yang marah itu dan berkata, “Tahukah kamu apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW tadi ?”. Beliau bersabda, “Sesungguhnya aku mengetahui suatu kalimat seandainya ia mau mengucapkannya pastilah hilang marah itu darinya. Kalimat itu ialah : A’uudzu billaahi minasy-syaithoonir rojiim”. Lalu orang yang marah itu berkata, “Apakah engkau menganggap aku ini gila ?”. [HR. Muslim juz 4, hal. 2015]

Dari Sulaiman bin Shurad, ia berkata : Ketika kami duduk di sisi Nabi SAW, ada dua orang saling mencaci. Lalu salah seorang diantara keduanya menjadi marah, merah mukanya. Kemudian Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya aku mengetahui suatu kalimat seandainya ia mau mengucapkannya pastilah hilang marah itu darinya, seandainya ia mengucapkan : A'uudzu billaahi minasysyaithoonir
rojiim (Aku berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk)". Kemudian orang-orang berkata kepada laki-laki tersebut, "Tahukah kamu apa yang disabdakan oleh Nabi SAW tadi ?". Orang yang marah itu menjawab, "Aku ini tidak gila !". [HR. Bukhari juz 7, hal. 99]

Dari Abu Wail Al-Qaashsh, ia berkata, "Saya pernah datang kepada 'Urwah bin Muhammad As-Sa'diy, lalu ada seorang laki-laki yang berbicara kepadanya yang membuatnya marah, maka ia bangkit lalu berwudlu. (Setelah berwudlu) kemudian ia berkata : Ayahku menceritakan kepadaku dari kakekku yaitu 'Athiyah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya marah itu dari syetan dan sesungguhnya syetan itu diciptakan dari api, dan hanyasanya api itu dipadamkan dengan air, maka apabila salah seorang diantara kalian marah hendaklah ia berwudlu". [HR. Abu Dawud juz 4, hal. 249, no. 4784]

Dari Abu Dzarr, ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda kepada kami, "Apabila salah seorang diantara kalian marah dalam keadaan berdiri maka hendaklah ia duduk, niscaya akan hilang marahnya. Dan jika belum hilang marahnya, maka hendaklah ia berbaring (tiduran)". [HR. Abu Dawud juz 4, hal. 249, no. 4782]

Marah yang dibolehkan
Dari Abu Mas’ud RA, ia berkata : Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW, lalu berkata, “Sesungguhnya aku menjadi terlambat karena shalat Shubuh yang diimami oleh si Fulan, karena shalatnya terlalu panjang”. (Perawi) berkata : Maka saya sama sekali belum pernah melihat Rasulullah SAW sangat marah dalam memberi nasehat seperti pada hari itu. (Perawi) berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Hai sekalian manusia, sesungguhnya diantara kalian ada orang-orang yang membuat lari, maka barangsiapa diantara kalian shalat mengimami orang banyak, hendaklah meringankan, karena diantara mereka ada yang sakit, ada orang yang sudah tua, dan ada orang yang
mempunyai keperluan”. [HR. Bukhari juz 7, hal. 98]

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar RA, ia berkata : Ketika Nabi SAW shalat, beliau melihat dahak di arah qiblat masjid, (setelah selesai shalat) beliau mengeriknya dengan tangan beliau dan marah, kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya seseorang diantara kalian apabila sedang shalat, sesungguhnya Allah berada di hadapannya. Maka jangan sekali-kali ketika shalat ia berdahak ke arah depannya”. [HR. Bukhari 7, hal. 98]

Dari Zaid bin Tsabit RA, ia berkata : Rasulullah SAW membuat kamar kecil di dalam masjid dari anyaman pelepah kurma atau tikar. Lalu Rasulullah SAW pergi ke masjid dan shalat di tempat itu. Lalu orang-orang sama mengikutinya, mereka ikut shalat di belakangnya. Kemudian pada suatu malam, mereka sama datang, tetapi Rasulullah SAW tidak keluar kepada mereka, lalu mereka berteriak-teriak dan melempari pintu beliau dengan kerikil. Maka beliau keluar sambil marah, lalu bersabda kepada mereka, “Terus-menerus kalian berbuat sehingga aku menyangka bahwa amalan itu akan diwajibkan atas kalian. Hendaklah kalian shalat di rumah-rumah kalian, karena sebaik-baik shalat bagi laki-laki itu di rumahnya, kecuali shalat wajib”. [HR. Bukhari juz 7, hal. 99]

Minggu, 22 Mei 2016

22Mei16 Halal Haram dalam Islam (Makanan)

Brosur Ahad Pagi 22 Mei 2016 Halal Haram dalam Islam (Makanan)

Halal Haram dalam Islam (tentang Makanan)


1.Asal tiap-tiap sesuatu adalah mubah
Islam menetapkan bahwa asal sesuatu yang diciptakan Allah adalah halal dan mubah. Tidak ada satupun yang haram, kecuali karena ada nash yang sah dan tegas dari syari’ (yang berwenang membuat hukum), yaitu Allah dan Rasul-Nya yang mengharamkannya. Qaidah ushul mengatakan :

Asal tiap-tiap sesuatu adalah mubah. [Ushul Fiqh]

Kalau tidak ada nash yang sah atau tegas (sharih) yang menunjukkan haram, maka hal tersebut tetap sebagaimana asalnya, yaitu mubah.

Ulama-ulama Islam mendasari ketetapan tersebut dengan dalil ayat-ayat Al-Qur’an, yang antara lain :

Dia lah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu. [QS. Al-Baqarah :29]

Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. [QS. Al-Jaatsiyah : 13]

Di dalam hadits dijelaskan sebagai berikut :

Dari Abud Dardaa’ RA, ia mengatakannya dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Apasaja yang Allah halalkan dalam kitab-Nya, maka hal itu adalah halal. Dan apasaja yang Ia haramkan, maka hal itu adalah haram. Sedang apasaja yang Ia diamkan, maka hal itu dibolehkan (ma’fu), oleh karena itu terimalah kema’afan dari Allah itu. Sebab sesungguhnya Allah tidak lupa sedikitpun. Kemudian
Rasulullah SAW membaca ayat ini : Wa maa kaana robbuka nasiyyaa (Dan Tuhan mu tidak lupa) – QS. Maryam : 64. [HR. Hakim juz 2, hal. 406, no. 3419]

Dari Salman Al-Farisiy, ia berkata : Rasulullah SAW ditanya tentang (hukumnya) minyak samin, keju dan keledai liar, maka beliau bersabda, “Yang halal adalah apa-apa yang Allah halalkan dalam kitab-Nya. Dan yang haram adalah apa-apa yang Allah haramkan dalam kitab-Nya. Sedang apa yang Ia diamkan, maka hal itu adalah sesuatu yang Allah ma’afkan”. [HR. Ibnu Majah juz 2, hal. 1117, no. 3367, dla’if karena dalam sanadnya ada perawi bernama Saif bin Harun]

2. Orang yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram, berdosa besar.
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. [QS. An-Nahl : 116]

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah Yang kamu beriman kepada-Nya. [QS. Al-Maaidah : 87-88]

3. Menjauhkan diri dari yang syubhat karena khawatir terjatuh dalam haram
Dari 'Amir, ia berkata : Saya mendengar Nu'man bin Basyir berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Yang halal sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas, dan diantara keduanya itu ada beberapa perkara syubhat (samar-samar) yang kebanyakan orang tidak tahu, (apakah dia itu masuk bagian yang halal ataukah yang haram). Maka barangsiapa yang menjaga diri dari yang samar-samar, berarti ia membersihkan dirinya untuk agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa mengerjakan yang samar-samar (hampir-hampir ia akan jatuh ke dalam yang haram), sebagaimana orang yang menggembala kambing di sekitar daerah larangan, dia hampir-hampir akan jatuh padanya. Ingatlah, bahwa tiap-tiap raja mempunyai daerah larangan. Ingatlah bahwa daerah larangan Allah itu ialah semua yang diharamkan. Dan ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad manusia itu ada segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik, maka baik pulalah jasad itu seluruhnya, dan apabila segumpal daging itu rusak, maka rusak pulalah jasad itu seluruhnya. Ketahuilah, ia adalah hati". [HR. Bukhari juz 1, hal. 19]

4. Tentang makanan yang haram bagi ummat Islam
Firman Allah SWT :
Katakanlah, “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi, karena semua itu kotor, atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [QS. Al-An’aam :145]

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah. Tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [QS. An-Nahl :115]

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [QS. Al-Baqarah : 173]

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Kuridlai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [QS. Al-Maaidah : 3]

Keempat ayat di atas, 2 diturunkan sebelum hijrah Nabi SAW, jadi termasuk ayat-ayat Makkiyah, yaitu ayat 145 surat Al-An’aam dan ayat 115 surat An-Nahl. Sedangkan 2 ayat yang lain, yaitu 173 surat Al-Baqarah dan ayat 3 surat Al-Maaidah termasuk ayatayat Madaniyah, kesemuanya menjelaskan bahwa makanan yang diharamkan Allah bagi ummat Islam hanyalah :
1. bangkai,
2. darah,
3. daging babi, dan
4. Sembelihan yang disembelih dengan disebut (nama) selain Allah.

Inilah empat macam makanan yang diharamkan oleh Allah berdasar keempat firman- Nya di atas.

Adapun antara ayat 3 Al-Maaidah yang menetapkan 10 macam binatang yang haram, dengan ayat 145 Al-An’aam, ayat 115 An-Nahl dan ayat 173 Al-Baqarah yang menetapkan 4 macam itu, sama sekali tidak bertentangan. Karena ayat 3 surat Al-Maaidah tersebut merupakan perincian dari tiga ayat yang lain yang telah disebutkan diatas.

Binatang yang dicekik, dipukul, jatuh dari atas, ditanduk dan karena dimakan binatag buas, semuanya adalah termasuk dalam pengertian bagkai. Jadi semua itu sekedar perincian dari kata bangkai. Begitu juga binatang yag disembelih untuk berhala, adalah semakna dengan yang disembelih dengan disebut (nama) selain Allah, Jadi keduaduanya mempunyai pengertian yang sama.

Ringkasnya, secara global (ijmaliy) makanan yang diharamkan itu ada empat macam, dan kalau diperinci bisa menjadi sepuluh, sebagaimana pada surat Al-Maaidah ayat 3 tersebut.

5. Ikan dan belalang dapat dikecualikan dari bangkai.
Ada dua binatang yang dikecualikan oleh syari’at Islam dari kategori bangkai, yaitu belalang dan ikan (dan sebangsanya), berdasarkan riwayat sebagai berikut :

Dari 'Abdullah bin Abi 'Aufaa, ia berkata, "Kami pernah tujuh kali ikut berperang bersama Rasulullah SAW dan kami makan belalang". [HR. Muslim juz 3, hal. 1546]

Dari 'Abdullah bin 'Umar bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Dihalalkan bagi kalian dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai yaitu ikan dan belalang, sedangkan dua darah yaitu hati dan limpa". [HR. Ibnu Majah juz 2, hal. 1101, no. 3314, dla'if karena dalam sanadnya ada perawi bernama 'Abdur Rahman bin Zaid]

Dan firman Allah SWT :
Dihalalkan bagi kamu binatang buruan laut dan makanannya. [QS. Al-Maaidah : 96]

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW, ia berkata, "Sesungguhnya kami biasa berlayar dan kami membawa bekal air tawar hanya sedikit. Jika kami berwudlu dengan air tersebut maka kami bisa kehausan. Maka bolehkah kami berwudlu dengan air laut ?". Rasulullah SAW menjawab, "Laut itu suci airnya dan halal bangkainya". [HR. Darimiy juz 1, hal. 186, no. 711]

6. Perbedaan pendapat tentang makanan yang diharamkan
Di depan telah kami jelaskan bahwa makanan yang diharamkan oleh Allah hanyalah empat macam, yaitu : bangkai, darah, daging babi dan sembelihan yang ketika disembelih disebut (nama) selain Allah (sembelihan bukan karena Allah). Adapun makanan yang diharamkan atau larangan dalam hadits, hukumnya hanyalah makruh (apabila dilakukan tidak berdosa, apabila ditinggalkan berpahala). Namun sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa selain empat macam yang disebutkan dalam Al-Qur’an, yang dilarang di dalam haditspun haram pula kita memakannya. Hadits-hadits tersebut sebagai berikut :

a) Larangan memakan keledai jinak :
Dari Ibnu ‘Umar RA, (ia berkata), “Nabi SAW melarang (memakan) daging himar jinak pada perang Khaibar”. [HR. Bukhari juz 6, hal. 229]

Dari Jabir bin ‘Abdullah, ia berkata, “Nabi SAW pada perang Khaibar melarang memakan daging himar (jinak), dan membolehkan memakan daging kuda”. [HR.Bukhari juz 6, hal. 230]

Dari Anas bin Maalik RA bahwasanya Rasulullah SAW kedatangan seorang laki-laki, lalu ia berkata, “Himar-himar banyak dimakan”. Lalu datang lagi seorang laki-laki, lalu ia berkata, “Himar-himar banyak dimakan”, lalu datang lagi seorang laki-laki, lalu ia berkata, “Himar-himar hampir habis”. Maka beliau menyuruh seorang penyeru untuk menyerukan kepada orang banyak, “Sesungguhnya Allah dan rasul-Nya melarang kalian memakan daging himar jinak, karena hal itu kotor”. Oleh karena itu orang-orang lalu menumpahkan periuk-periuk yang berisi daging (himar) yang dimasak tersebut. [HR. Bukhari juz 6,hal. 230]

b) Larangan makan binatang buas yang bertaring :
Dari Abu Tsa'labah RA, bahwasanya Rasulullah SAW melarang memakan setiap binatang buas yang mempunyai taring. [HR. Bukhari juz 6, hal. 230, dan Muslim juz 3,hal. 1533]

Dari Ibnu 'Abbas, ia berkata, "Rasulullah SAW melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring dan setiap burung yang berkuku tajam". [HR. Muslim juz 3, hal. 1534]

Demikianlah tentang haramnya makanan, ‘ulama berbeda pendapat tentang hal tersebut, sehingga terjadi dua pendapat :

Pendapat pertama, menyatakan bahwa yang haram hanyalah 4 macam makanan yang disebutkan di dalam Al-Qur’an, yaitu : bangkai, darah, daging babi dan sembelihan yang ketika disembelih disebut (nama) selain Allah (sembelihan bukan karena Allah). Adapun larangan atau pengharaman yang ada di dalam hadits-hadits hukumnya hanyalah makruh, yang kalau dilakukan tidak berdosa, dan apabila ditinggalkan berpahala.

Pendapat kedua, menyatakan bahwa yang haram adalah apa-apa yang disebutkan di dalam Al-Qur’an dan ditambah apa-apa yang disebutkan di dalam hadits Nabi SAW. Walloohu a’lam.

7. Beberapa binatang yang para shahabat memakannya, sedangkan Nabi SAW tidak melarang.
a. Dlabb (biawak)
Dari Ibnu ‘Umar RA, ia berkata : Nabi SAW bersabda, “Biawak itu aku tidak mau memakannya, tetapi aku tidak mengharamkannya”. [HR. Bukhari juz 6, hal. 231]

Dari Ibnu Umar dia berkata, "Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW tentang daging biawak saat beliau di atas mimbar. Beliau menjawab, "Saya tidak memakannya dan juga tidak mengharamkannya”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1542]

Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, "Saya dan Khalid bin Walid bersama-sama dengan Rasulullah SAW datang ke rumah Maimunah, lalu ia hidangkan kepada kami daging biawak yang telah dibakar, Rasulullah SAW lalu mengulurkan tangannya untuk mengambil daging tersebut, tiba-tiba sebagian dari wanita yang berada di rumah Maimunah berkata, "Beritahukanlah dulu kepada Rasulullah SAW hidangan yang akan beliau makan”. Karena itu Rasulullah SAW lalu menarik tangannya. Lantas saya
bertanya, "Apakah daging tersebut haram wahai Rasulullah?". Beliau menjawab, "Tidak, tetapi karena ia tidak ada di negeri kaumku, maka saya merasa jijik untuk memakannya”. Khalid berkata, "Lalu saya ambil daging tersebut dan saya makan, sedangkan Rasulullah SAW melihat”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1543]

b. Kuda
Dari Jabir bin ‘Abdullah, ia berkata, “Pada perang Khaibar, Nabi SAW melarang kami memakan daging himar (jinak), dan beliau membolehkan memakan daging kuda”. [HR. Bukhari juz 6, hal. 229]

Dari Asma’ dia berkata, "Kami pernah menyembelih seekor kuda pada zaman Rasulullah SAW, lalu kami memakan dagingnya”. [HR. Bukhari juz 6, hal. 229, dan Muslim juz 3, hal. 1541]

c. Himar liar
Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, "Pada waktu perang Khaibar kami pernah memakan daging kuda dan keledai liar, dan Nabi SAW melarang kami makan daging keledai jinak”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1541]

d. Kelinci
Dari Anas RA, ia berkata, "Ketika kami lewat di Marrudh-Dhahran, tiba-tiba kami di kagetkan oleh seekor kelinci, lalu orang-orang mengejar kelinci tersebut hingga mereka kelelahan, lalu saya berhasil menangkapnya, lalu saya membawanya kepada Abu Thalhah, kemudian dia menyembelihnya, dan mengirimkan kedua tepongnya atau kedua pahanya kepada Nabi SAW, lalu beliau menerimanya”. [HR. Bukhari juz 6, hal. 231]

8. Tentang sembelihan secara Islam
Sembelihan yang dituntunkan oleh agama Islam adalah sebagai berikut :

a. Menyebut Basmalah ketika menyembelihnya
Orang Islam ketika menyembelih hewan disyari’atkan menyebut nama Allah (Basmalah), berdasarkan firman Allah :

Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya. [QS. Al-An'aam : 118]

Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasiqan. [QS. Al-An'aam : 121]

b. Alat untuk menyembelih harus tajam.
Dari Syaddad bin Aus, ia berkata : Aku hafal dua hal dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan cara yang baik pada tiap-tiap sesuatu. Maka apabila kalian membunuh, hendaklah kalian membunuh dengan cara yang baik, dan apabila kalian menyembelih, maka hendaklah menyembelih dengan cara yang baik, dan hendaklah seseorang diantara kalian menajamkan pisaunya dan mempermudah (kematian) binatang sembelihannya". [HR. Muslim juz 3, hal. 1548]

9. Berburu Dalam Islam
a. Membaca Basmalah ketika melakukannya
b. Bila binatang buruan itu masih hidup ketika tertangkap, wajib disembelih pada lehernya.
c. Bila binatang buruan itu tidak langsung tertangkap, maka bila diketemukan telah mati beberapa saat sesudah itu, boleh dimakan dengan syarat :
- tidak jatuh di air.
- tidak ada bekas dimakan binatang buas.
- tidak ada bekas alat berburu orang lain.
- dan belum membusuk.

d. Bila mempergunakan binatang untuk berburu, maka ketika binatang itu menangkap hasil buruannya itu, di situ tidak didapati binatang pemakan daging yang lain selain binatang buruan itu.

Firman Allah SWT :

Mereka bertanya kepadamu (Muhammad), "Apakah yang dihalalkan untuk mereka ?". Katakanlah, "Telah dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarinya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa-apa yang mereka tangkap untuk kamu dan sebutlah nama Allah atasnya waktu melepasnya. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab- Nya". [QS. Al-Maidah : 4]

Di dalam hadits disebutkan :
Dari 'Adiy bin Hatim, ia berkata, "Rasulullah SAW pernah bersabda kepadaku, "Apabila kamu melepaskan anjing buruanmu maka sebutlah nama Allah, maka jika anjing itu menangkap buruan untukmu dan masih hidup maka sembelihlah. Dan jika mendapatkan buruan dalam keadaan telah mati dan ia tidak memakannya, maka makanlah. Namun jika kamu mendapati bersama anjingmu itu anjing yang lain, sedangkan hewan buruan itu telah mati, maka janganlah kamu memakannya, karena
kamu tidak tahu anjing yang mana yang membunuhnya. Dan jika kamu melepas anak panahmu, maka sebutlah nama Allah. Dan jika binatang buruan itu menghilang, lalu pada suatu hari kamu menemukannya, dan kamu tidak mendapatkan bekas tusukan kecuali anak panahmu, maka makanlah jika kamu mau. Tetapi jika kamu mendapati binatang buruan itu mati tenggelam di air, maka janganlah kamu memakannya”. [HR.Muslim juz 3, hal. 1531]

Dari 'Adiy bin Hatim, ia berkata, "Saya pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang berburu. Beliau menjawab, "Apabila kamu melepaskan panahmu, sebutlah nama Allah, maka jika kamu mendapatinya telah mati, makanlah (hewan buruan tersebut), kecuali jika kamu dapati jatuh ke dalam air, sebab kamu tidak tahu apakah air itu yang menyebabkan mati ataukah panahmu”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1531]

Dari 'Adiy bin Hatim, ia berkata : Saya pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, saya berkata, “Kami ini suatu kaum yang biasa hidup berburu dengan menggunakan anjinganjing ini, bagaimana hal ini ?”. Nabi SAW menjawab, "Apabila kamu melepas anjinganjingmu yang sudah terlatih dengan menyebut nama Allah, maka makanlah hasil tangkapannya sekalipun buruan itu sudah mati. Kecuali jika anjing itu memakan tangkapannya, maka janganlah kamu makan, karena aku khawatir anjing itu hanya menangkap buruan itu untuknya dirinya sendiri. Dan jika ada anjing lain yang menyertainya dalam menangkap (buruan tersebut), maka jangan kamu makan”.[HR.Muslim juz 3, hal. 1529]

Demikian semoga bermanfa'at. Aamiin.

Jumat, 20 Mei 2016

1 Mei 16 Larangan Suudhdhan, Tajassus, Ghibah dan Namimah

Brosur Pengajian Ahad Pagi MTA 1 Mei 2016/23 Rajab 1437

Larangan Suudhdhan, Tajassus, Ghibah dan Namimah


Firman Allah SWT :

Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain, (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olok) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dhalim. (11)
Hai orang-orang yang beriman, jauhkanlah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (12) [QS. Al-Hujuraat : 11-12]

Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian-kemari menghambur fitnah, yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku kasar, selain dari itu yang terkenal kejahatannya. [QS. Al-Qalam : 10-13]

Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata. [QS. An-Nisaa’ :112]

Hadits Nabi SAW :
Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Jauhkanlah diri kalian dari berprasangka (buruk), karena prasangka (buruk) itu adalah sedusta-dusta perkataan (hati), janganlah kalian mendengar-dengarkan (pembicaraan orang lain) dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, janganlah kalian bersaing yang tidak sehat, janganlah kalian saling mendengki, janganlah saling membenci dan janganlah saling membelakangi. Dan jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara”. [HR. Muslim juz 4, hal. 1985]

Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda (kepada para shahabatnya), “Tahukah kalian apakah ghibah itu ?”. Para shahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Beliau bersabda, “(Ghibah) ialah kamu menyebut tentang saudaramu dengan apa-apa yang dia tidak suka”. Ada yang bertanya kepada beliau, “Bagaimana pendapat engkau jika keadaan saudaraku itu memang betul-betul seperti apa yang aku katakan ?”. Rasulullah SAW bersabda, “Jika keadaan saudaramu itu betul seperti apa yang kamu katakan, maka sungguh kamu telah berbuat ghibah kepadanya. Dan jika (apa yang kamu katakan itu) tidak ada padanya, maka berarti kamu telah berbuat buhtan (kebohongan) kepadanya”. [HR. Muslim juz 4, hal. 2001]

Dari „Aisyah RA, ia berkata : Saya pernah berkata kepada Nabi SAW, “Cukup bagimu dari Shafiyah begini dan begitu”. Sebagian orang-orang yang meriwayatkan mengatakan : Yang dimaksud „Aisyah ialah, “Ia wanita yang pendek”. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh kamu telah mengatakan suatu kalimat seandainya dicampur dengan air laut sungguh air laut itu menjadi keruh”. Dan „Aisyah pernah berkata, “Saya pernah menceritakan tentang seseorang kepada beliau, maka beliau bersabda, “Aku tidak suka menceritakan (keburukan) seseorang meskipun akan mendapatkan upah sekian dan sekian”. [HR. Abu Dawud juz 4, hal. 269, no. 4875]

Dari „Aisyah RA, ia berkata : Sesungguhnya untanya Shafiyah binti Huyaiyyin sedang sakit, sedang Zainab mempunyai kelebihan kendaraan. Maka Rasulullah SAW bersabda kepada Zainab, “Berikanlah onta kepadanya !”. Lalu (Zainab) menjawab, “Saya disuruh memberi kepada wanita Yahudi itu ?”. Kemudian Nabi SAW marah dan meninggalkan Zainab pada bulan Dzulhijjah, Muharram dan sebagian bulan Shafar. [HR. Abu Dawud juz 4, hal. 199, no. 4602]

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Dahulu ketika kami di sisi Nabi SAW, ada seorang laki-laki berdiri. Lalu ada orang yang berkata, “Ya Rasulullah, alangkah loyonya si fulan itu !”. Atau ia berkata, “Alangkah lemahnya orang itu”. Maka Nabi SAW bersabda, “Kalian telah berbuat ghibah kepada teman kalian dan kalian telah makan dagingnya”. [HR. Abu Ya’la juz 5, hal. 362, no. 6125, dla'if karena dalam sanadnya ada perawi bernama Muhammad bin Abi Humaid]

Dari Abu Hurairah, bahwasanya ada seorang laki-laki berdiri di sisi Rasulullah SAW, lalu orang-orang melihat ketika dia berdiri dalam keadan loyo. Mereka berkata, “Alangkah loyonya si fulan itu”. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Kalian telah makan (daging) saudara kalian, dan kalian telah berbuat ghibah kepadanya”. [HR. Thabaraniy di dalam Al-Mu'jamul Ausath juz 1, hal. 283, no.461, dla'if karena dalam sanadnya ada perawi bernama Hammaad (Muhammad) bin Abi Humaid]

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah datang seorang laki-laki (dari suku) Aslam kepada Rasulullah SAW lalu dia bersaksi atas dirinya sendiri empat kali (bahwa dia berbuat zina). Ia berkata, “Saya mendatangi wanita secara haram”. Pada yang demikian itu Rasulullah SAW berpaling darinya. Sehingga dia bersaksi yang ke lima kali, lalu Rasulullah SAW bertanya kepadanya, "Apakah kamu sampai menyetubuhinya ?". Ia menjawab, "Ya". Rasulullah SAW bertanya lagi, "Apakah sampai masuk ke dalamnya sebagaimana celak masuk ke dalam wadahnya atau tali timba masuk ke dalam sumur ?". Orang tersebut menjawab, "Ya". Rasulullah SAW bertanya lagi, "Apakah kamu tahu apakah zina itu ?". Orang tersebut menjawab, "Ya saya tahu, yaitu saya mendatangi wanita secara haram sebagaimana seorang laki-laki mendatangi istrinya secara halal". Rasulullah SAW bertanya, “Apa yang kamu inginkan dengan perkataan ini ?”. Orang itu menjawab, “Saya menginginkan supaya engkau membersihkan diriku”. Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan supaya ia dirajam. Lalu orang tersebut dirajam. Kemudian Rasulullah SAW mendengar ada dua orang laki-laki dari shahabat beliau, salah satunya berkata kepada temannya, “Lihatlah kepada orang ini yang Allah telah menutupinya, tetapi dirinya tidak membiarkan, sehingga dia dirajam seperti anjing yang dilempari batu”. (Abu Hurairah) berkata : Ketika itu Rasulullah SAW diam saja. Kemudian beliau berjalan (bersama para shahabat), lalu melewati bangkai himar di dekat kaki beliau. Maka beliau bersabda, “Mana si fulan dan si fulan tadi ?”. Mereka menjawab, “Ini kami ya Rasulullah”. Beliau bersabda kepada kedua orang itu, “Makanlah bangkai himar ini !”. Mereka berdua menjawab, “Ya Rasulullah, semoga Allah mengampuni engkau. Siapa yang mau memakan bangkai himar ini ?”. Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Apa-apa yang kalian dapat dari (menjelek-jelekkan) kehormatan orang laki-laki tadi adalah lebih buruk dari makan bangkai himar ini. Dan demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya (orang laki-laki yang telah dirajam itu) sekarang sedang (berendam) di sungai surga”. [HR. Ibnu Hibban di dalam shahihnya, juz 10, hal. 244, no. 4399, dla'if karena dalam sanadnya ada perawi bernama 'Abdur Rahman bin Ash-Shaamit]

Dari „Aisyah, ia berkata : Rasulullah SAW pernah bersabda kepada para shahabatnya, “Tahukah kalian sebesar-besar zina di sisi Allah ?”. Para shahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya sebesar-besar zina di sisi Allah ialah menganggap halal (menjatuhkan) kehormatan orang Islam”. Kemudian (Rasulullah SAW) membaca ayat : Walladziina yu’dzuunal-mu’miniina wal mu’minaati bi ghairi maktasabuu faqodihtamaluu buhtaanaw wa itsmam mubiinaa [QS. Al-Ahzab : 58] (Dan orang-orang yang menyakiti orang mukmin laki-laki dan orang mukmin perempuan tanpa kesalahan yang mereka lakukan, maka sungguh mereka telah berbuat buhtan (kebohongan) dan dosa yang nyata). [HR. Abu Ya’la, juz 4, hal. 189, no. 4670]

Dari Hudzaifah bahwasanya ia mendengar ada seorang laki-laki yang suka berbuat namimah, maka Hudzaifah berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang suka berbuat namimah”. [HR. Muslim juz 1, hal. 101]

Dari Hammam bin Harits, ia berkata : Dahulu ketika kami sedang duduk bersama Hudzaifah di masjid, datanglah seorang laki-laki ikut duduk diantara kami, lalu dikatakan kepada Hudzaifah, “Sesungguhnya orang ini suka melaporkan omongan-omongan kepada penguasa”. Maka Hudzaifah berkata agar didengar orang tersebut : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang suka berbuat namimah”. [HR. Muslim juz 1, hal. 101]

Dari 'Abdullah bin „Umar, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Namimah (adu-adu), syatimah (suka mencaci) dan hamiyyah (kesombongan) adalah di neraka, tidaklah bersemayam di dalam dada seorang mu'min”. [HR. Thabarani dalam Al-Mu'jamul Kabiir juz 12, hal 340, no.13615, dla'if karena dalam sanadnya ada perawi bernama Muhammad bin Yazid bin Sinaan]

Dari „Abdullah bin „Amr dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Orang Islam itu ialah orang yangmana orang-orang Islam yang lain selamat dari perbuatan lisan dan tangannya. Dan orang yang berhijrah ialah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah. [HR. Bukhari juz 1, hal. 8]

Dari Ibnu „Abbas, ia berkata : Rasulullah SAW pernah melewati dua qubur, lalu beliau bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya dua penghuni qubur ini sedang disiksa. Keduanya tidak disiksa lantaran perkara yang besar (menurut anggapannya). Adapun seorang dari keduanya dahulu biasa kesana-kemari berbuat namimah. Adapun seorang yang lain dahulu tidak menjaga (tidak bersih) dari kencing”. Ibnu „Abbas berkata : Lalu beliau minta diambilkan pelepah kurma yang masih basah, lalu beliau membelahnya menjadi dua, kemudian beliau menancapkan untuk yang ini satu, dan yang itu satu. Kemudian beliau bersabda, “Mudah-mudahan mereka diringankan dari siksa, selama pelepah kurma itu masih basah”. [HR. Muslim juz 1, hal. 240]

Dari Abu Umamah, ia berkata : Pada suatu hari yang sangat panas Nabi SAW berjalan lewat arah (quburan) Baqii‟il Gharqad. Abu Umamah berkata, “Maka setelah beliau mendengar suara sandal-sandal, beliau menenangkan diri lalu duduk, sehingga beliau mempersilakan orang-orang berjalan di depannya supaya tidak timbul suatu kesombongan pada diri beliau. Setelah beliau melewati (quburan) Baqii‟il Gharqad, tiba-tiba beliau melihat dua quburan orang laki-laki yang orang-orang (baru saja) menguburkannya. Lalu Nabi SAW berhenti dan bertanya, “Siapa yang telah kalian qubur di sini pada hari ini ?”. Mereka menjawab, “Ya Nabiyyallah, si Fulan dan si Fulan”. Beliau bersabda, “Sesungguhnya keduanya sekarang ini sedang mendapat siksa dan fitnah qubur. Para shahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apa sebabnya ?”. Nabi SAW menjawab, “Adapun salah satu dari keduanya, dia tidak bersih dari kencing, adapun yang lain, dia dahulu kesana-kemari berbuat namimah”. Kemudian Nabi SAW mengambil pelepah kurma yang masih basah, lalu membelahnya dan menancapkannya pada kedua qubur itu. Para shahabat bertanya, “Ya Nabiyyallah, mengapa engkau berbuat begitu ?”. Beliau SAW menjawab, “Supaya diringankan (siksa) dari keduanya”. Mereka bertanya, “Ya Nabiyyallah, sampai kapan Allah menyiksa mereka berdua ?”. Nabi SAW menjawab, “Itu hal yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah. Dan seandainya hati kalian tidak keluh-kesah dan kalian tidak banyak bicara, sesungguhnya kalian pasti bisa mendengar apa yang aku dengar”. [HR. Ahmad, juz 8, hal. 303, no. 22355]

Dari „Abdur Rahman bin Ghanmin, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Sebaik-baik hamba Allah ialah orang-orang yang apabila mereka itu dipuji, disebutlah nama Allah, dan seburuk-buruk hamba Allah ialah orang-orang yang berjalan kesana-kemari berbuat namimah, orang-orang yang memecah persatuan dengan mencari-cari cela dan keburukan orang-orang yang bersih”. [HR. Ahmad juz 6, hal. 291, no. 18020]

Dari „Abdullah bin Mas‟ud, ia berkata : Saya pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, aku berkata, “Ya Rasulullah, amal perbuatan yang bagaimana yang lebih utama ?”. Nabi SAW menjawab, “(Amal yang lebih utama) ialah shalat pada waktunya”. Saya bertanya lagi, “Kemudian apalagi, ya Rasulullah ?”. Beliau bersabda, “Berbhakti kepada kedua orang tua”. Saya bertanya lagi, “Kemudian apalagi, ya Rasululah ?”. Beliau bersabda, “Supaya orang-orang selamat dari lisanmu”. Kemudian beliau diam, seandainya aku minta tambah lagi, tentu beliau menambah padaku lagi”. [HR. Thabarani dalam Al-Mu’jamul Kabir juz 10, hal. 19, no. 9802]

Dari „Abdullah bin Mas‟ud, ia berkata : Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Maukah aku beritahukan kepada kalian, apakah al-‟adlhu itu ?. Al-‟Adlhu adalah perbuatan namimah yang tersebar di tengah-tengah manusia”. Dan sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya seseorang berbuat jujur sehingga dicatat sebagai orang yang jujur, dan seseorang berbuat dusta sehingga dicatat sebagai pendusta”. [HR. Muslim juz 4, hal. 2012].

8 Mei 16 Hadits-hadits tentang fadlilah amalan nishfu Sya'ban

Brosur Pengajian Ahad Pagi MTA 8 Mei 2016/1 Sya'ban 1437

Hadits-hadits tentang fadlilah amalan nishfu Sya'ban


Banyak diantara kaum muslimin yang mengamalkan amalan-amalan tertentu pada malam nishfu Sya'ban, misalnya : berkumpul di masjid-masjid sesudah shalat Maghrib, lalu berdo'a dengan do'a-do'a tertentu, mohon dipanjangkan umurnya, banyak rezqinya, mohon ditetapkan iman, serta mati dalam husnul khotimah. Ada lagi yang melakukan shalat-shalat tertentu pada malam nishfu Sya'ban. Namun setelah kita pelajari, dalil-dalil amalan pada malam nishfu Sya'ban tersebut ternyata hadits-haditsnya dla'if, bahkan palsu. Oleh karena itu berikut ini kami ketengahkan diantara hadits-hadits tersebut, agar kita terhindar dari amalan-amalan yang tidak dilandasi dengan dalil-dalil yang kuat.

Dari 'Ali bin Abu Thalib, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Apabila datang malam nishfu Sya'ban, shalatlah kalian pada malamnya, dan puasalah kalian pada siang harinya, karena Allah turun ke langit dunia pada malam nishfu Sya'ban sejak matahari terbenam. Allah berfirman, "Adakah orang yang
memohon ampun kepada-Ku, maka Aku akan mengampuninya. Adakah orang yang memohon rezqi kepada-Ku, maka Aku akan memberinya rezqi. Adakah orang yang sakit yang memohon kesembuhan kepada-Ku, maka Aku akan menyembuhkannya. Adakah orang yang demikian…., Adakah orang yang
demikian..…", hingga terbit fajar". [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 444, no. 1388]

Keterangan :
Hadits tersebut dla'if, bahkan palsu, karena dalam sanadnya ada perawi bernama Ibnu Abi Sabrah, yang nama aslinya adalah Abu Bakar bin 'Abdullah bin Muhammad bin Abu Sabrah. Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Ma'in berkata, "yadlo'ul hadits" (ia memalsu hadits).

Dari Muhammad bin Marwan, dari Ibnu 'Umar, (ia mengatakannya dari Nabi SAW), "Barangsiapa pada malam nishfu Sya'ban membaca "Qul huwalloohu ahad" 1.000 X, dalam shalat 100 rekaat, maka ia tidak keluar dari dunia sehingga Allah mengutus dalam tidurnya 100 malaikat, 30 malaikat memberikan khabar gembira kepadanya bahwa ia akan masuk surga, 30 malaikat memberikan khabar kepadanya bahwa dia aman dari neraka, yang 30 malaikat menjaganya dari berbuat dosa kesalahan, dan yang 10 malaikat menjaganya dari orang yang memusuhinya. [Al-La-aaliul Mashnuu'ah oleh Imam Jalaaluddin 'Abdur Rahman As-Suyuthiy juz 2, hal. 50]
Keterangan :
Hadits ini maudlu' (palsu), kebanyakan para perawinya orang-orang majhul (tidak dikenal).

Dari Mujahid, dari 'Ali bin Abu Thalib, dari Nabi SAW, bahwasanya beliau bersabda, "Hai 'Ali, barangsiapa shalat 100 reka'at pada malam nishfu Sya'ban, pada setiap reka'at membaca Al-Fatihah dan Qul huwalloohu ahad 10 X", Nabi SAW bersabda, "Hai 'Ali, tidaklah seorang hamba yang melaksanakan shalat-shalat ini, melainkan Allah 'Azza wa Jalla akan mengabulkan segala keperluannya yang ia minta pada malam itu". Lalu ada shahabat yang bertanya, "Ya Rasulullah, jika Allah Ta'aalaa telah menetapkannya orang itu celaka, apakah Allah akan menjadikannya bahagia ?". Nabi SAW menjawab, "Demi Tuhan yang mengutusku dengan haq, hai 'Ali, meskipun orang itu telah tertulis di Lauh Mahfudh bahwasanya si Fulan bin Fulan diciptakan sebagai orang yang celaka, maka Allah akan menghapusnya, lalu menjadikannya orang yang bahagia, dan Allah akan mengirim kepadanya 70.000 malaikat yang akan mencatat kebaikan-kebaikan untuknya, menghapus keburukan-keburukan darinya dan mengangkat derajat-derajatnya hingga awwal tahun. Dan Allah akan mengutus 70.000 malaikat atau 700.000 malaikat di surga 'Adn untuk membuatkan kota-kota, istana-istana dan menanam pohon-pohon untuknya, yang mata belum pernah melihat, telinga belum pernah mendengar, dan belum pernah terlintas di hati para makhluq keindahannya seperti taman-taman surga
ini. Pada setiap surga seperti yang aku terangkan pada kalian, ada kota-kota, istana-istana dan pohon-pohon. Dan apabila ia meninggal dunia pada malamnya sebelum lewat setahun, maka ia mati syahid. Dan Allah Ta'aalaa akan memberi kepadanya pada setiap huruf dari Qul huwallohu ahad yang dibaca pada malam nishfu Sya'ban dari yang demikian itu dengan 70.000 bidadari, setiap bidadari diikuti oleh pelayan laki-laki dan perempuan, 70.000 pelayan-pelayan muda, 70.000 anak-anak muda, 70.000 penjaga rumah, dan 70.000 penjaga pintu. Dan setiap orang yang membaca Qul huwalloohu ahad
pada malam (nishfu Sya'ban) itu, Allah mencatat untuknya pahala 70 orang yang mati syahid, dan akan diterima shalatnya yang ia lakukan sebelum itu dan akan diterima pula shalatnya yang akan ia lakukan sesudahnya. Dan jika kedua orang tuanya itu berada di neraka, kalau ia mendo'akannya, maka Allah akan mengeluarkan kedua orang tuanya itu dari neraka, selama kedua orang tuanya
itu tidak mensekutukan Allah dengan sesuatu, sehingga keduanya akan masuk surga. Setiap orang dari keduanya itu akan memberi syafa'at 70.000 orang hingga akhir". Rasulullah SAW mengatakan demikian tiga kali. Nabi SAW bersabda, "Demi Tuhan yang mengutusku dengan benar, sesungguhnya orang itu tidak akan keluar dari dunia sehingga melihat tempatnya yang telah Allah ciptakan untuknya di surga, atau akan diperlihatkan kepadanya. Demi Tuhan yang mengutusku dengan benar, sesungguhnya pada setiap saat dari saat malam maupun siang, yaitu 24 saat, Allah 'Azza wa Jalla mengutus 70.000 malaikat yang akan mengucapkan salam kepadanya, berjabat tangan dan
mendo'akannya hingga ditiupnya terompet pada hari qiyamat. Dan pada hari qiyamat Allah akan mengumpulkannya bersama dengan Al-Kiroomul Baroroh (orang yang mulia lagi berbhakti), dan Allah akan memerintahkan kepada para malaikat pencatat, "Jangan kalian catat keburukan-keburukan pada hamba-Ku ini, dan catatlah kebaikan-kebaikan untuknya hingga setahun". Nabi SAW bersabda, "Barangsiapa yang melaksanakan shalat (nishfu Sya'ban) ini dengan mengharapkan kehidupan akhirat, maka Allah akan menjadikan (memberikan)  untuknya bagian dari sisi-Nya pada malam itu". [Al-La-aaliul Mashnuu'ah juz 2,hal. 49]
Keterangan :
Hadits ini maudlu' (palsu), kebanyakan para perawinya orang-orang majhul (tidak dikenal).

Dari Ibrahim,ia berkata : 'Ali bin Abu Thalib RA berkata : Aku melihat Rasulullah SAW pada malam nishfu Sya'ban beliau berdiri shalat 14 rekaat, setelah selesai kemudian duduk, lalu membaca Al-Fatihah 14 X, Qul huwalloohu ahad 14 X, Qul a'uudzu birobbil falaq 14 X, Qul a'uudzu birobbinnaas 14 X, ayat kursi 1 X, dan Laqod jaa-akum rosuulum min anfusikum 'aziizun 'alaihi maa 'anittum, hariishun 'alaikum bil mu'miniina rouufur rohiim. (Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaum kalian, berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan)
bagi kalian, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu'min. QS. At-Taubah : 128). Setelah beliau selesai dari shalatnya, aku bertanya tentang apa yang aku lihat dari apa yang telah beliau lakukan. Maka beliau bersabda, "Barangsiapa yang melakukan seperti apa yang kamu lihat ini, maka dia mendapatkan pahala seperti 20 hajji mabrur dan seperti pahala shalat yang diterima selama 20 tahun, lalu jika di pagi harinya ia berpuasa, maka ia seperti puasa selama 2 tahun, setahun yang lalu dan setahun yang akan datang". [Al-Maudluu'aat oleh Abul Faraaj, 'Abdur Rahman bin 'Aliy bin Al-Jauziy juz 2, hal.130]
Keterangan :
Ini hadits palsu, pada sanadnya ada perawi bernama Muhammad bin Muhaajir. Ibnu Hanbal berkata "Yadlo'ul hadits". (ia memalsu hadits).

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Nabi SAW bersabda, "Telah datang kepadaku malaikat Jibril pada malam nishfu Sya'ban, lalu berkata, "Ya Muhammad, pada malam ini pintu-pintu langit dan pintu-pintu rahmat dibuka. Maka berdirilah dan kerjakanlah shalat, kemudian angkatlah kepalamu serta dua tapak tanganmu ke langit". Aku bertanya, "Hai Jibril, apa arti malam ini ?". Jibril menjawab, "Pada malam ini telah dibuka tiga ratus pintu rahmat. Maka Allah Ta'aalaa mengampuni semua orang yang tidak mensekutukan-Nya dengan sesuatupun, kecuali tukang sihir, dhukun, orang yang suka bermusuhan, peminum khamr, orang yang selalu berzina, pemakan harta riba, orang yang durhaka kepada kedua orang tua, orang yang suka mengadu domba dan orang yang memutuskan tali persaudaraan, maka sesungguhnya mereka itu tidak akan diampuni sehingga mereka itu mau bertaubat dan mau meninggalkan perbuatannya. Maka Nabi SAW keluar, kemudian shalat, dan beliau menangis di dalam sujudnya, sambil berdo'a (yang artinya), "Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa-Mu dan kemurkaan-Mu, aku tidak bisa menyanjung dan memuji-Mu sebagaimana Engkau menyanjung dan memuji diri-Mu, bagi-Mu segala puji sehingga Engkau ridla". [Durratun Naasihiin oleh 'Utsman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syaakir Al-Khaubawiy hal.207]
Keterangan :
Hadits ini juga maudlu' (palsu), karena tidak didapati sanadnya. Demikianlah diantara hadits-hadits tentang nishfu Sya'ban, yang ternyata hadits-haditsnya dla'if, bahkan palsu.

15Mei16: Larangan Berlaku Dengki

Brosur Pengajian Ahad Pagi MTA 15 Mei 2016/8 Sya'ban 1437

Larangan Dengki


Dengki adalah perasaan tidak senang ketika melihat atau mendengar saudaranya mendapat ni'mat, dan ia merasa gembira apabila melihat atau mendengar ni'mat yang ada pada saudaranya itu berkurang atau hilang sama sekali.

Firman Allah SWT :

Katakanlah, "Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai shubuh, (1) dari kejahatan makhluq-Nya, (2) dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, (3) dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhulbuhul, (4) dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki". (5) [QS. Al-Falaq : 1-5]

Hadits-hadits Nabi SAW :

Dari Anas bin Malik RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian saling membenci, jangan saling mendengki, jangan saling membelakangi, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Dan tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari”.
[HR. Bukhari juz 7, hal. 88]

Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Jauhkanlah kalian dari buruk sangka, karena sesungguhnya buruk sangka itu sedusta-dusta (perkataan hati). Dan janganlah kalian saling mencari-cari aib, janganlah saling mencari-cari kesalahan, janganlah saling mendengki, janganlah saling
membelakangi, janganlah saling membenci, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. [HR. Bukhari juz 7, hal. 88]

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah kalian saling mendengki, janganlah saling bersaing yang tidak sehat, janganlah saling membenci, janganlah saling membelakangi, janganlah seseorang diantara kalian menawar tawaran orang lain, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Orang Islam itu saudaranya orang Islam yang lain. Tidak boleh berlaku dhalim kepadanya, tidak boleh membiarkannya (dengan tidak mau menolongnya), dan tidak boleh menghinakannya. Taqwa itu di sini". Beliau sambil mengisyaratkan ke dadanya, tiga kali. "Cukuplah seseorang itu berbuat jahat apabila ia merendahkan saudaranya orang Islam. Setiap orang
Islam terhadap orang Islam yang lain adalah haram darahnya, harta bendanya dan kehormatannya. [HR. Muslim juz 4, hal. 1986]

Dari Zubair bin 'Awwam RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Akan menjalar kepadamu sekalian penyakit ummat-ummat sebelum kalian, yaitu dengki dan kebencian yang sangat. Kebencian yang sangat itu adalah pencukur, yaitu pencukur agama, bukan pencukur rambut. Demi Tuhan yang
jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidaklah kalian beriman sehingga kalian saling berkasih sayang. Maukah aku beritahukan kepada kalian suatu perkara, apabila kalian melakukannya niscaya kalian saling berkasih sayang ? Tebarkanlah salam diantara kalian”. [HR. Baihaqi juz 10, hal. 232]

Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Hati-hatilah kalian terhadap dengki, karena sesungguhnya dengki itu memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar”, atau beliau bersabda, “(memakan) rumput”. [HR. Abu Dawud juz 4, hal. 276, no. 4903, dla’if karena dalam
sanadnya ada kakeknya Ibrahim bin Abu Usaid, ia majhul]

Dari Anas bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Dengki itu bisa memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar. Shadaqah itu bisa menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api, shalat itu adalah cahayanya orang mukmin dan puasa itu adalah perisai (bisa menjauhkan) dari
neraka". [HR. Ibnu Majah juz 2, hal. 1408, no. 2410, dlaif, karena di dalam sanadnya ada ‘Isa bin Abu ‘Isa, ia matruk]

Dari „Abdullah bin „Amr bin Al-„Aash dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Apabila telah dibukakan untuk kalian negeri Persia dan Romawi, bagaimana nanti keadaan kalian ?”. „Abdur Rahman bin „Auf berkata, “Kami akan mengatakan apa yang telah Allah perintahkan kepada kami”. Rasulullah SAW bersabda, “Atau tidak seperti itu ?. Kalian saling bersaing, lalu saling mendengki, lalu saling membelakangi, lalu saling membenci atau seperti itu, kemudian kalian pergi kepada orang muhajirin yang miskin-miskin, lalu kalian menjadikan sebagian mereka pemimpin bagi sebagian yang lain”. [HR. Muslim juz 4, hal. 2274]

Dari Abu Malik Al-Asy‟ariy bahwsanya ia mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Aku tidak mengkhawatirkan terhadap ummatku kecuali dari tiga perkara. Banyak harta pada mereka, lalu mereka saling mendengki kemudian saling bunuh-membunuh. Dan mereka dibukakan Kitab, lalu menjadikan orang mukmin mencari-cari ta‟wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta‟wilnya
kecuali Allah, dan orang-orang yang mendalam ilmunya mengatakan, “Kami beriman kepadanya, semua itu dari Tuhan kami”. Dan tidaklah mengambil pelajaran (padanya) kecuali orang-orang yang mempunyai akal. Dan mereka memandang orang yang mempunyai ilmu lalu menyia-nyiakannya dan tidak mempedulikannya”. [HR. Thabaraniy juz 3, hal. 292, no. 3442]

Dari Anas bin Malik RA, ia berkata : Dahulu ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah SAW, beliau bersabda, "Sekarang akan muncul ditengahtengah kalian seorang laki-laki ahli surga". Lalu muncullah seorang laki-laki dari kaum Anshar yang dari jenggotnya masih menetes air wudlunya sambil menenteng dua sandalnya dengan tangan kirinya. Kemudian pada hari berikutnya Nabi SAW bersabda seperti itu lagi, lalu muncul orang laki-laki itu lagi seperti pada kali yang pertama. Kemudian pada hari yang ketiga, Nabi SAW bersabda seperti sabdanya itu lagi, lalu muncullah orang laki-laki itu lagi seperti keadaannya yang semula. Maka setelah Nabi SAW bangkit, Abdullah
bin 'Amr bin Al-„Aash lalu mengikuti orang tersebut dan berkata, "Sesungguhnya aku sedang berselisih dengan ayahku,lalu aku bersumpah tidak akan datang padanya selama tiga hari, maka jika engkau bisa memberikan tempat kepadaku, aku akan ikut kamu singgah di rumahmu dan kamupun bisa melakukan kegiatanmu seperti biasa". Orang tersebut menjawab, "Ya, boleh". Anas berkata, "Maka adalah Abdullah bin 'Amr menceritakan bahwa ia bermalam bersama orang laki-laki tersebut selama tiga malam, maka iapun tidak melihatnya bangun shalat malam, hanya saja apabila ia terbangun dari tidurnya, berbolak-balik pada tempat tidurnya selalu menyebut Allah 'Azza wa Jalla dan bertakbir, hingga datang waktu shalat Shubuh. Abdullah (bin 'Amr) berkata, "Hanya saja aku tidak pernah mendengarnya ia berkata kecuali kebaikan. Maka setelah berlalu tiga malam itu dan hampir-hampir aku meremehkan amalan orang tersebut, lalu aku berkata, "Wahai hamba Allah, sesungguhnya antara ku dan antara ayahku tidak ada kemarahan dan tidak pula pemutusan hubungan, akan tetapi karena aku mendengar Rasulullah SAW bersabda tertuju kepadamu sampai tiga kali (yaitu), "Sekarang akan muncul ditengah-tengah kalian seorang laki-laki ahli surga", lalu engkau muncul pula tiga kali. Maka aku ingin singgah dirumahmu supaya aku bisa melihat amalanmu sehingga aku bisa mencontohnya, tetapi aku tidak melihat engkau mengamalkan banyak amalan, lalu apa yang menyebabkan kamu sampai Rasulullah SAW bersabda demikian ?" Orang laki-laki tersebut menjawab : "Tidak ada itu semua kecuali apa yang engkau telah melihatnya". Maka setelah aku berpaling akan pulang, dia memanggilku lalu berkata : "Tidak ada itu semua kecuali apa yang engkau telah melihatnya. Hanya saja tidak ada pada diriku perasaan dendam kepada seorangpun dari kaum Muslimin, dan tidak ada pula perasaan dengki pada diriku kepada seorangpun atas kebaikan yang Allah berikan kepadanya". Berkata Abdullah (bin 'Amr) : "Inilah yang menyebabkan (kelebihan) kamu, dan itulah yang kami tidak mampu melakukannya". [HR. Ahmad, juz 4, hal.332, no. 12697]

Dari Ausath bin Isma‟il Al-Bajaliy bahwasanya ia mendengar Abu Bakar bercerita, ketika itu masih pada tahun pertama dari wafatnya Nabi SAW, ia berkata : Rasulullah SAW pernah berdiri di tempatku ini, (kemudian Abu Bakar menangis), kemudian beliau mengatakan : Nabi SAW bersabda, “Wajib atas kalian berlaku jujur, karena sesungguhnya jujur itu bersama kebajikan, dan keduanya di surga. Dan jauhkanlah diri kalian dari berdusta, karena dusta itu bersama kedurhakaan, dan keduanya di neraka. Mohonlah „afiyat (kesehatan) kepada Allah, karena sesungguhnya sesudah seseorang diberi keyaqinan, tidak ada pemberian yang lebih baik daripada kesehatan. Dan janganlah saling mendengki, jangan saling membenci, jangan saling memutuskan hubungan, jangan saling membelakangi, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara”. [HR. Ibnu Majah juz 2, hal. 1265, no. 3849]